Ketika saya pertama kali bertemu dengan Leo Carter,
seorang yang halus dalam berbicara, ia adalah seorang yang telah menjadi
veteran selama 17 tahun di wilayah pemukiman Chicago yang paling keras.
Kesaksiannya telah menjebloskan tiga pembunuh ke penjara. Dan peluru
kaliber 38 masih bersarang di kepalanya -- sebuah peringatan yang
mengerikan atas sebuah kisah kepahlawanan yang tragis, yang berawal
ketika ia menyaksikan Elijah Baptist menembak seorang penjual bahan
makanan lokal.
Leo dan Leslie Scott sedang bermain basket ketika
mereka melihat Elijah (yang pada saat itu berumur enam belas tahun),
dengan kejam membunuh Sam Blue di luar toko bahan pangan miliknya. Leo
telah mengenal pemilik toko itu sejak masih anak-anak. "Ketika kami
tidak punya makanan, ia memberi kami makanan," jelas Leo kepada saya.
"Jadi, ketika Leo ke rumah sakit dan mereka mengatakan ia meninggal, ia
tahu bahwa ia harus memberi kesaksian atas apa yang dilihatnya."
Kesaksian seorang saksi mata memiliki
dampak yang sangat besar. Salah satu peristiwa paling dramatis dalam suatu pengadilan adalah ketika seorang saksi menjelaskan kejahatan yang ia lihat, dan kemudian dengan percaya diri menunjuk terdakwa sebagai pelakunya. Elijah Baptist tahu bahwa satu-satunya cara menghindari penjara adalah dengan mencegah Leo Carter dan Leslie Scott melakukan hal tersebut.
dampak yang sangat besar. Salah satu peristiwa paling dramatis dalam suatu pengadilan adalah ketika seorang saksi menjelaskan kejahatan yang ia lihat, dan kemudian dengan percaya diri menunjuk terdakwa sebagai pelakunya. Elijah Baptist tahu bahwa satu-satunya cara menghindari penjara adalah dengan mencegah Leo Carter dan Leslie Scott melakukan hal tersebut.
Jadi, Elijah dan dua temannya merencanakan
penyerangan dengan tiba-tiba. Leslie dan saudara laki-laki Leo, Henry,
dibunuh dengan sadis, sedangkan Leo ditembak di kepala dan ditinggalkan
untuk mati. Tetapi, ajaibnya, Leo tetap hidup. Peluru tersebut, yang
bersarang di tempat yang sangat berbahaya untuk diambil, tetap berada di
dalam tengkoraknya. Meskipun mengalami sakit kepala hebat yang tidak
dapat diredakan dengan obat, ia menjadi saksi utama untuk melawan Elijah
Baptist dan dua orang kaki-tangannya. Keterangan yang diberikannya
cukup untuk menjebloskan tiga orang itu ke penjara seumur hidup mereka.
Leo Carter adalah salah satu pahlawan saya. Ia
memastikan keadilan dinyatakan, meskipun ia harus membayar harga yang
mahal. Ketika saya memikirkan tentang kesaksian seorang saksi mata,
bahkan hingga saat ini -- 30 tahun kemudian -- wajahnya masih tetap
muncul dalam benak saya.
Kesaksian Dari Masa Lalu
Kesaksian dari seorang saksi mata bisa memaksa dan
meyakinkan. Ketika seorang saksi telah mendapat kesempatan untuk
meneliti suatu kejahatan, ketika tidak ada prasangka atau maksud
tersembunyi, ketika saksi itu dapat jujur dan benar, tindakan puncak
dengan menunjuk seorang terdakwa di ruang sidang, dapat cukup membuat
terdakwa tersebut masuk penjara atau lebih buruk.
Kesaksian dari para saksi mata merupakan hal yang
penting dalam menyelidiki persoalan-persoalan sejarah -- meskipun
masalah tersebut adalah mengenai apakah palungan Natal benar-benar
berisi Anak Allah yang tunggal itu.
Tetapi, laporan saksi mata apakah yang kita miliki?
Apakah kita memiliki kesaksian dari seseorang yang secara pribadi
berhubungan dengan Yesus, yang mendengarkan ajaran-ajaran-Nya, yang
melihat mukjizat-mukjizat-Nya, yang menyaksikan kematian-Nya, dan yang
bertemu dengan-Nya setelah kebangkitan-Nya dinyatakan? Apakah kita
memiliki catatan-catatan dari "para wartawan" abad pertama, yang
mewawancarai para saksi, menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sulit,
dan dengan setia mencatat apa saja yang mereka tentukan secara teliti
sebagai sesuatu yang benar adanya?
Saya tahu bahwa sama seperti kesaksian Leo Carter
yang mengunci dakwaan terhadap tindakan kriminal tiga pembunuh yang keji
itu, laporan-laporan saksi mata dari masa lalu yang samar-samar, dapat
berguna untuk membantu menyelesaikan sebagian besar masalah rohani yang
paling penting. Untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang kuat, saya
terbang ke Denver untuk mewawancarai seorang ahli tentang hal ini dan
penulis buku "The Historical Reliability of the Gospels", Dr. Craig
Blomberg.
Wawancara: Craig L. Blomberg, Ph.D.
Craig Blomberg dianggap oleh kalangan luas sebagai
salah seorang ahli yang paling terkenal di Amerika mengenai biografi
Yesus, yang disebut dalam empat Injil. Beliau meraih gelar doktor
Perjanjian Baru dari Aberdeen University di Skotlandia, kemudian menjadi
anggota peneliti senior untuk Tyndale House di Cambridge University di
Inggris, yang membawanya menjadi bagian dari sebuah kelompok elit para
ahli internasional, yang menghasilkan serangkaian karya terkemuka
tentang Yesus. Kini beliau menjadi profesor Perjanjian Baru di Denver
Seminary.
Sementara beliau duduk di kursi dengan sandaran yang
tinggi di kantornya, dengan secangkir kopi di tangannya, saya juga
menyeruput kopi saya untuk melawan udara Colorado yang dingin. Karena
saya merasa Blomberg adalah seorang yang tidak suka basa-basi, maka saya
memutuskan untuk memulai wawancara saya dengan langsung memotong ke
inti masalah.
"Beri tahu saya...," tanya saya dengan sedikit
menantang, "... apakah benar-benar mungkin, seseorang yang berpikiran
kritis dan cerdas, masih dapat memercayai bahwa keempat Injil itu
ditulis oleh orang-orang yang nama-namanya telah dikaitkan dengan Injil
tersebut?"
Blomberg meletakkan cangkir kopinya di pinggir mejanya kemudian menatap saya. "Jawabannya adalah ya," katanya dengan yakin.
Beliau bersandar dan melanjutkan. "Penting untuk
mengakui bahwa Injil-injil tersebut tidak bernama. Tetapi, persamaan
kesaksian pada masa gereja mula-mula, yaitu bahwa Matius, yang juga
dikenal sebagai Lewi -- sang pemungut cukai, dan salah satu dari kedua
belas murid, merupakan penulis Injil pertama dari Perjanjian Baru; bahwa
Yohanes Markus, sahabat Petrus, adalah penulis Injil yang kita sebut
Markus; dan bahwa Lukas, yang dikenal sebagai "dokter yang dikasihi
Paulus", menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul."
"Seberapa samakah kepercayaan bahwa orang-orang ini adalah para penulisnya?" tanya saya.
"Tidak ada saingan yang diketahui untuk ketiga Injil
ini, katanya. Tampaknya, hal ini tidak dipermasalahkan. Meskipun
demikian, saya ingin menguji masalah ini lebih lanjut. Maaf bila saya
skeptis. Tetapi, apakah ada seseorang yang telah memiliki motivasi untuk
berbohong, dengan mengakui orang-orang itulah yang menulis Injil-Injil
ini, padahal sebenarnya bukan mereka yang menulisnya?" tanya saya.
Blomberg menggelengkan kepalanya. "Mungkin tidak ada.
Ingat, orang-orang ini bukanlah tokoh-tokoh seperti yang diduga selama
ini, katanya -- senyum seringai merebak di wajahnya. Markus dan Lukas
bahkan bukan anggota dari kedua belas murid. Matius dulunya iya, tetapi
sebagai orang yang awalnya adalah seorang pemungut cukai yang dibenci,
ia menjadi tokoh yang paling tidak terkenal setelah Yudas Iskariot, yang
mengkhianati Yesus!
"Bertolak belakang dengan apa yang terjadi ketika
Injil-Injil Apokrifa yang indah ditulis kemudian. Orang-orang memilih
nama-nama tokoh yang terkenal, dan tokoh-tokoh yang patut dicontoh untuk
menjadi penulis-penulis fiktifnya -- Filipus, Petrus, Maria, Yakobus.
Nama-nama itu lebih berbobot daripada nama-nama seperti Matius, Markus,
dan Lukas. Jadi, untuk menjawab pertanyaan Anda, tidak akan ada alasan
untuk menghubungkan ketiga orang yang kurang dihargai ini bila itu tidak
benar."
Jawaban itu terdengar logis, tetapi sangat jelas
bahwa Blomberg melupakan seorang penulis Injil lainnya. "Bagaimana
dengan Yohanes?" Tanya saya. "Ia benar-benar seorang tokoh yang penting;
pada kenyataannya ia bukan sekadar salah seorang dari kedua belas murid
Yesus, tetapi juga salah satu dari tiga orang terdekat-Nya bersama
dengan Yakobus dan Petrus."
"Ya, ia merupakan sebuah pengecualian," kata Blomberg
sambil mengangguk. "Dan menariknya, Yohanes adalah satu-satunya injil
yang berisi beberapa pertanyaan tentang kepengarangan."
"Apa yang sebenarnya dipertentangkan?"
"Nama penulis tidak diragukan lagi -- pasti Yohanes,"
jawab Blomberg. "Pertanyaannya adalah, apakah ini Yohanes rasul atau
Yohanes yang lainnya?"
"Anda tahu, kesaksian penulis Kristen yang bernama
Papias, yang ditulis sekitar tahun 125 Masehi, mengacu kepada rasul
Yohanes dan Yohanes yang tua, dan tidak jelas dari konteks itu apakah ia
sedang berbicara tentang satu tokoh dari dua sudut pandang atau dua
orang yang berbeda. Tetapi abaikan pengecualian itu, selanjutnya dari
kesaksian awal tersebut adalah dengan pasti disebutkan penulisnya, yaitu
rasul Yohanes -- anak Zebedeus -- yang menulis Injil."
"Apa Anda yakin bahwa dialah pengarangnya?" kata saya berusaha membawanya lebih jauh.
"Ya, saya percaya masalah yang utama kembali kepada
rasul itu," jawabnya. "Namun, bila Anda membaca Injil dengan teliti,
Anda bisa lihat beberapa tanda bahwa ayat-ayat yang memberikan
kesimpulan, mungkin telah disempurnakan oleh seorang editor. Secara
pribadi, saya tidak memiliki masalah untuk percaya bahwa seseorang yang
berhubungan dekat dengan Yohanes, mungkin telah menggunakan peranan
tersebut, membentuk ayat-ayat terakhir menjadi berbentuk, dan ada
kemungkinan membuat kesamaan gaya bahasa dari keseluruhan dokumen."
"Tetapi di suatu peristiwa, Injil jelaslah didasarkan
pada masalah-masalah saksi mata, seperti ketiga injil lainnya." Katanya
menekankan.
Menyelidiki dengan Rinci
Meski saya menghargai pendapat-pendapat Blomberg
sejauh ini, saya belum siap untuk beranjak. Masalah tentang siapakah
yang menulis Injil benar-benar penting, dan saya ingin mendapatkan nama,
tanggal, petikan yang lebih rinci. Saya menghabiskan kopi saya dan
meletakkan cangkir di mejanya. Pulpen telah siap, saya siap untuk
menggali lebih dalam.
"Marilah kembali kepada Matius, Markus, dan Lukas,"
kata saya. "Bukti spesifik apa yang Anda miliki, bahwa mereka adalah
para penulis Injil?"
Blomberg bersandar. "Sekali lagi, kesaksian
terpenting dan mungkin tertua berasal dari Papias, yang kira-kira pada
tahun 125 Masehi secara rinci mengakui bahwa Markus telah mencatat
penelitian kesaksian Petrus dengan teliti dan akurat. Kenyataannya, dia
berkata bahwa Markus 'tidak membuat kesalahan' dan tidak memberikan
'pernyataan yang salah.' Papias mengatakan bahwa Matius juga telah
mempertahankan ajaran-ajaran Yesus."
"Kemudian Irenaeus, yang menulis sekitar tahun 180
Masehi, memastikan kepengarangan tradisional. Kenyataannya di sini,
katanya, sambil mengambil sebuah buku." Ia membukanya dan membaca
kata-kata Irenaeus: 'Matius menerbitkan Injilnya sendiri di antara
orang-orang Ibrani dalam bahasa mereka sendiri, ketika Petrus dan Paulus
sedang memberitakan Injil di Roma dan mendirikan gereja di sana.
Setelah kepergian mereka, Markus -- murid dan penerjemah Petrus,
menuliskan inti dari khotbah Petrus untuk kita. Lukas, pengikut Paulus,
menulis buku tentang Injil yang dikabarkan oleh gurunya. Kemudian
Yohanes, murid Tuhan, yang juga bergantung pada usahanya sendiri,
menulis sendiri Injilnya ketika dia sedang tinggal di Efesus di Asia'."
Saya memerhatikan catatan yang saya dapatkan.
"Baiklah, saya akan memperjelas hal ini. Bila kita telah yakin bahwa
injil ditulis oleh murid-murid, yaitu Matius dan Yohanes; oleh Markus,
teman Petrus, dan oleh Lukas, ahli sejarah, rekan Paulus, dan beberapa
jurnalis abad pertama, kita bisa yakin bahwa peristiwa-peristiwa yang
mereka catat berdasarkan kesaksian saksi mata langsung maupun tidak
langsung."
Ketika saya sedang berbicara, Blomberg secara mental menggeser kata-kata saya. Ketika saya selesai, dia mengangguk.
"Tepat," katanya ringan.
Biografi Kuno Versus Biografi Modern
Masih ada beberapa aspek yang bermasalah dari
Injil-Injil yang perlu saya selesaikan. Secara khusus, saya ingin
mengerti dengan lebih baik lagi jenis-jenis literatur yang mereka
sampaikan.
"Ketika saya ke toko buku dan melihat ke bagian
biografi, saya tidak melihat tulisan yang sama seperti yang saya lihat
dalam injil," kata saya. "Ketika seseorang menulis sebuah biografi,
mereka sepenuhnya masuk ke dalam kehidupan seseorang, tetapi Markus
tidak. Ia tidak berbicara tentang kelahiran Yesus atau sesuatu yang
benar-benar terjadi dalam tahun-tahun awal pertumbuhan Yesus.
Sebaliknya, ia memfokuskan pada periode tiga tahun, dan menghabiskan
sebagian dari Injilnya pada peristiwa-peristiwa yang utama, dan berujung
pada minggu terakhir Yesus. Bagaimana Anda menjelaskan hal itu?"
Blomberg memegang dua jarinya. "Ada dua alasan,"
jawabnya. "Yang pertama adalah literatur dan yang lain adalah teologis.
Alasan literatur pada dasarnya adalah bagaimana orang-orang menulis
biografi pada zaman kuno. Mereka tidak memiliki kepekaan, seperti yang
kita miliki sekarang ini, yang merupakan hal penting untuk memberikan
porsi yang seimbang terhadap semua periode kehidupan seseorang, atau
perlunya menceritakan sejarah dengan kronologis yang benar-benar
berurutan, atau bahkan memilih kutipan kata per kata dari orang-orang,
sepanjang inti dari apa yang mereka katakan itu dipertahankan.
Orang-orang Yunani dan Ibrani kuno bahkan tidak memiliki simbol untuk
tanda petik."
"Satu-satunya alasan yang mereka pikirkan adalah
bahwa sejarah merupakan dokumen yang penting, karena ada beberapa
pelajaran yang dipelajari dari tokoh-tokoh yang digambarkan. Oleh sebab
itulah, penulis biografi ingin tinggal sesaat di satu bagian kehidupan
orang yang dijelaskan, yang digunakan sebagai ilustrasi, yang bisa
membantu orang lain, yang memberikan arti bagi periode suatu sejarah."
"Lalu apa alasan teologisnya?" tanya saya.
"Alasan ini mengalir keluar dari pokok masalah yang
baru saja saya nyatakan. Orang-orang Kristen percaya bahwa
seindah-indahnya kehidupan dan ajaran Yesus serta mukjizat-Nya, itu
semua tidak akan ada artinya bila tidak ada fakta sejarah, bahwa Kristus
mati dan dibangkitkan dari kematian, dan ini memberikan pertobatan atau
pengampunan, atas dosa-dosa manusia."
"Jadi, Markus secara khusus, sebagai penulis yang
mungkin merupakan yang pertama dari Injil, secara garis besar
mengarahkan sebagian dari ceritanya kepada peristiwa utama, dan
memasukkan satu minggu periode dan berakhir pada kematian dan
kebangkitan Kristus."
"Dengan memberikan pentingnya penyaliban, hal ini memberikan rasa yang sempurna dalam literatur kuno," simpulnya.
Misteri Q
Sebagai tambahan keempat Injil, para ahli Alkitab
sering menunjuk apa yang mereka sebut Q, yang merupakan singkatan dari
bahasa Jerman "Quelle" atau "sumber". Karena kesamaan dalam bahasa dan
isi, Matius dan Lukas dalam menulis Injilnya dianggap meniru Injil
Markus yang telah terlebih dahulu ada. Selain itu, para sarjana telah
mengatakan bahwa Matius dan Lukas juga menyatukan beberapa bahan dari
misteri Q ini, yang tidak ada di dalam Injil Markus.
"Apakah sebenarnya Q itu?" tanya saya kepada Blomberg.
"Q itu tidak lebih dari sekadar hipotesis," katanya,
sambil kembali bersandar ke kursinya dengan nyaman. "Dengan beberapa
pengecualian, Q hanyalah ucapan atau ajaran-ajaran Yesus, yang dulunya
mungkin telah menjadi bentuk suatu dokumen terpisah, tersendiri."
"Anda tahu, sudah menjadi jenis literatur umum untuk
mengumpulkan ucapan-ucapan dari para guru yang dihormati, sama seperti
misalnya kita mengumpulkan musik-musik terkenal dari seorang penyanyi
dan menyatukannya dalam 'Album terbaik'. Q bisa juga sesuatu seperti
itu. Setidaknya, itulah teorinya."
Namun bila Q ada sebelum Matius dan Lukas, maka Q
akan menjadi materi utama tentang Yesus. Saya pikir mungkin bisa sedikit
menjelaskan beberapa titik terang tentang seperti apa sebenarnya Yesus
itu.
"Izinkan saya menanyakan tentang hal ini," kata saya,
"Bila Anda hanya membaca materi-materi yang berasal dari Q, gambaran
seperti apakah yang Anda dapatkan tentang Yesus?"
Blomberg memegang janggutnya dan memandang
langit-langit sesaat untuk memikirkan pertanyaan itu. "Anda harus ingat
bahwa Q merupakan kumpulan ucapan-ucapan, dan oleh sebab itulah Q tidak
memiliki bahan narasi yang akan memberi kita lebih banyak gambaran yang
sepenuhnya tentang Yesus," jawabnya sedikit lambat seolah-olah ia
memilih setiap kata dengan cermat.
"Meskipun demikian, Anda mendapati bahwa Yesus
membuat beberapa pernyataan yang sangat tegas -- contohnya, bahwa Ia
adalah Firman yang menjadi manusia dan bahwa Ia adalah Pribadi Tuhan
yang akan menghakimi semua manusia, baik yang mengakui Dia maupun yang
tidak. Sebuah buku dari para ahli akhir-akhir ini membantah bahwa bila
Anda menghilangkan semua yang dikatakan oleh Q, maka seseorang
sebenarnya akan mendapatkan gambaran yang sama tentang Yesus, seseorang
yang membuat pengakuan yang tegas tentang dirinya sendiri, seperti yang
Anda temukan secara umum di Injil."
Saya ingin mencari tahu lebih dalam darinya mengenai
hal ini. "Apakah Ia terlihat seperti pembuat mukjizat?" tanya saya lebih
dalam.
"Sekali lagi," jawabnya, "Anda harus ingat bahwa Anda
tidak akan mendapatkan banyak cerita mukjizat itu sendiri, karena
cerita-cerita itu pada umumnya terdapat dalam narasi, dan Q pada awalnya
adalah daftar perkataan."
Dia berhenti sejenak mendekat ke mejanya, mengambil Alkitab yang disampul kulit dan membuka halaman-halamannya.
"Tetapi, contohnya dalam Lukas 7:18-23 dan Matius
11:26 mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis mengirimkan utusan-utusannya
untuk bertanya kepada Yesus apakah Ia benar-benar adalah Kristus, Mesias
yang mereka nanti-nantikan. Yesus menjawab dengan singkat, 'Katakan
kepadanya supaya memikirkan mukjizat-mukjizat-Ku. Katakanlah kepadanya
apa yang telah kamu lihat: orang buta melihat, orang tuli mendengar,
orang lumpuh berjalan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik'."
"Jadi dalam Q, ada perhatian yang jelas tentang pelayanan mukjizat Yesus," ia menyimpulkan.
Apa yang dikatakan Blomberg tentang Kitab Matius
membawa pada pemikiran pertanyaan lain tentang bagaimana Injil
dikumpulkan. "Mengapa Matius mau menjadi seorang saksi mata dari Yesus
-- terpisah dari injil yang ditulis oleh Markus, yang dipercaya oleh
setiap orang bahwa dia bukan seorang saksi mata? Bila Injil Matius
benar-benar ditulis oleh seorang saksi mata, Anda akan berpikir dia akan
memercayai pengamatannya sendiri." tanya saya.