Saya mau menantang saudara-saudara dalam
suatu game. Sebelumnya saya minta maaf, pertama karena saya lancang
main tantang seenaknya saja, kedua karena saya sendiri juga belum
tentu bisa melakukan tantangan ini.
Begini aturan mainnya: tanggal 14 Februari
adalah Hari Valentine, bukan? Saya percaya banyak yang sudah membeli
kartu atau hadiah untuk do'i atau untuk papi-mami dan kakak adik atau
sahabat-sahabat lain. Itu adalah hal yang biasa. Bagaimana kalau kita
menambahkan sesuatu yang lain? Coba pikirkan, selama satu tahun
terakhir ini siapa saja orang yang Saudara benci, siapa yang tidak
Saudara sukai, siapa yang selalu ingin Saudara hindari, pendeknya,
siapa yang tidak Saudara anggap teman yang baik? Sekarang coba Saudara
pikirkan, apa yang disukai orang itu, apa hobbynya, lalu berilah satu
hadiah kecil yang disukai itu. Apakah terlalu berat dan sulit? Oke,
oke.... Bagaimana kalau Saudara mengirimkan kartu Valentine mungil
yang di dalamnya berisi kata-kata apresiasi tulisan Saudara kepada
orang itu? Dan jangan lupa, doakan pula orang itu: kehidupannya,
keluarganya, studi atau pekerjaannya, dan hubungannya dengan Tuhan.
Yang gagal melakukan ini semua, akan dihukum. Bukan saya atau Majelis
atau Pak Pendeta yang menghukum. Saudara sendiri yang memberi hukuman
karena saudara sendiri jurinya. Bagaimana? Saudara punya cukup
keberanian untuk menerima tantangan ini?
Selama berabad-abad salah satu misteri kekristenan terbesar adalah sabda Tuhan Yesus dalam Matius 5:44,
"Itu tidak praktis," pendapat beberapa orang. Yang lebih ekstrim lagi berkata, "Itu gila!"
Confucius ditanya oleh seorang muridnya,
"Apakah kita harus berbuat baik pada musuh kita?" Dia menjawab tegas
bahwa kita harus membalas kebaikan dengan kebaikan dan kejahatan
dengan keadilan.
Memang, mana mungkin kita bisa mengasihi
musuh kita? Jika seseorang sudah menipu kita, sombong, tidak tahu
aturan, egois, lebih-lebih mau mencelakakan kita; tukang sulap dari
mana yang bisa membuat kita mengasihi dia? Apa Yesus tidak asal omong?
Jawabnya jelas tidak. Tuhan tahu apa yang diucapkan-Nya. Dia mengerti
sungguh-sungguh dan mau membantu kita melaksanakan perintah-Nya ini.
Kenapa kita perlu mengasihi musuh kita? Yang pertama, seperti yang tertulis dalam Matius 5:46-47,
semua orang dapat membalas kebaikan dengan kebaikan. Kebaikan dibalas
dengan kebaikan itu sudah lumrah. Boss Mafia juga berbuat demikian.
Pemungut cukai yang paling serakah juga berbuat demikian. Tidak ada
yang aneh. Demikianlah sifat dunia. Yang bukan sifat dunia adalah bila
kita bisa mengasihi musuh kita. Tuhan berkali-kali menekankan dalam
Alkitab bahwa kita bukan berasal dari dunia ini. Kita ciptaan Tuhan
Mahasuci yang bukan dari dunia ini -- bahkan dunia ini diciptakan
oleh-Nya. Oleh sebab itu, janganlah menuruti arus dunia yang merupakan
ciptaan. Turutilah kehendak Sang Pencipta.
Yang kedua, dalam Roma 5:8
ditekankan bahwa Kristus mati bagi kita ketika kita masih berdosa.
Bukan setelah kita bertobat, Kristus mati buat kita, tetapi Tuhan
sendiri telah memberi contoh dengan mati bagi musuh-musuh-Nya, yaitu
kita, manusia berdosa. Kita musuh Tuhan? Ya! Ketika Adam dan Hawa
jatuh dalam dosa, saat itulah kita telah menjadi musuh Tuhan. Saat
itulah seluruh diri kita berontak tak mau mendekati Tuhan. Paulus
menegaskan dalam Roma 8:7,
"Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah; karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya."
Sepanjang sejarah Perjanjian Lama kita
membaca pengkhianatan umat manusia yang tak terhitung banyaknya
terhadap Tuhan, sampai sekarang! Tapi Tuhan mau membalas kejahatan
manusia itu dengan cinta kasih-Nya. Tidak mudah bagi seorang untuk
bersedia mati bagi orang benar, kata Paulus, apalagi sangat amat sukar
bagi seseorang untuk mati bagi musuhnya. Inilah perwujudan kasih
Allah yang tak terbatas bagi manusia. Dapatkah kita sekarang
mewujudkan kasih Allah itu terhadap sesama kita? Mengapa Paulus dalam
suratnya kepada umat di Korintus berkata bahwa di antara iman,
pengharapan, dan kasih, yang terbesar adalah kasih? Dengan iman kita
menerima Yesus; dengan pengharapan kita menantikan Dia, tetapi dengan
kasih kita dapat menyatakan bahwa Tuhan telah hidup dalam hati kita.
Pertanyaannya sekarang adalah: Dapatkah
kita mengasihi musuh-musuh kita, apalagi mendoakan mereka? Kalau
Saudara bertanya pada diri Saudara sendiri, "Dapatkah saya dengan
kemampuan saya sendiri mengampuni bahkan mengasihi musuh saya?"
Jawabannya tentu tidak atau tidak mungkin. Tidak percaya? Silakan
mencobanya. Lalu, bagaimana? Kita memang tak bisa mengampuni dan
mengasihi dengan usaha kita sendiri, tetapi dalam Roma 5:5 dikatakan bahwa
"Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita."
Kalau kita begitu terbatas hingga tak dapat
mengasihi musuh kita, gunakanlah kasih Allah yang telah dicurahkan
bagi kita itu. Dengan rendah hati kita datang ke hadirat Tuhan, minta
Dia membantu kita. Tuhan pasti mendengar doa kita.
Ah, saya sudah berusaha, tapi tetap tidak
bisa tuh? Yang biasanya terjadi adalah bukannya kita tidak bisa,
tetapi kita tidak mau. Kita tidak mau mencurahkan kasih Tuhan. Kita
mau menyimpan sendiri kasih Tuhan. Dengan kata lain kita seperti orang
yang telah menerima pengampunan atas hutang jutaan dollar pada bank
tetapi kita memukuli orang yang berhutang sepuluh dollar pada kita.
Jadi pertanyaan terakhir yang harus kita pertanggungjawabkan di
hadapan Tuhan adalah: Maukah saya membiarkan Tuhan memakai saya
sebagai alat cinta kasih-Nya? Maukah saya mengampuni bahkan mengasihi
musuh saya?
Tuhan Yesus, saya ingat kasih-Mu, saya mau
coba mengasihi. Mampukanlah saya, Tuhan, dan hidupkanlah terus
semangat kasih dari-Mu ini.