Umumnya, tidak banyak orang yang menulis dan
membicarakan keperluan sehari-hari Yesus dan rombongan-Nya. Padahal
kita mengetahui bahwa Yesus tidak mengadakan mujizat untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Kita cenderung membahas bagaimana
Yesus memberi makan ribuan orang dengan makanan yang terdiri dari lima
ketul roti dengan dua ekor ikan. Pada kesempatan lain, orang banyak
datang berbondong- bondong begitu mereka mendengar Yesus berada di
sebuah kota atau di sebuah tempat. Kita tidak pernah bertanya-tanya,
dari mana gerangan Yesus memperoleh makanan pagi, siang, dan petang.
Narasi dalam Kitab Suci menyebutkan bahwa Yesus makan di rumah orang
berdosa (Zakheus sang pemungut cukai) atau mampir di rumah Lazarus,
sahabat-Nya itu dan diberi makan oleh Maria dan Marta.
YESUS BERJALAN KAKI SEHINGGA TIDAK PERLU BIAYA?
Barangkali,
cara yang paling efektif untuk mengabarkan Injil pada zaman itu ialah
dengan berjalan kaki agar tidak ada yang terlewatkan. Yesus jarang
mengumpulkan orang supaya datang kepada- Nya. Orang berbondong-bondong
menjumpai-Nya karena mereka ingin mendengarkan pengajaran yang
disampaikan-Nya, sebuah pengajaran yang lain daripada yang selama ini
mereka dengarkan dari pejabat di Bait Allah. Yesus berbicara dan
berkhotbah, bahkan ketika membacakan ayat Kitab Suci pun Ia amat
berbeda daripada ahli Taurat dan orang Farisi. Ia amat berkuasa.
Pembacaan ayat yang Ia lakukan amat menarik dan menyentuh hati mereka.
Suara-Nya yang lembut menyejukkan hati yang resah.
Salah
satu teologi penggembalaan yang dilakukan oleh Yesus ialah teologi
penggembalaan individual. Ia bercakap-cakap dengan individu, muka
dengan muka. Ia tidak menggunakan bahasa yang sulit, bahkan memberikan
perumpamaan yang sangat sederhana untuk mengajarkan ihwal pengajaran
yang sulit. Melalui perumpamaan, pelajaran yang sulit disederhanakan.
Kalangan rakyat jelata sampai kalangan elit dapat memahami pelajaran
yang disampaikan-Nya.
ORANG-ORANG TERBUANG MENJADI PENUNJANG ROMBONGAN YESUS
Sebuah
kelompok yang terorganisasi harus ditunjang oleh biaya yang cukup.
Yesus membuat kelompok dua belas orang, lalu ada lagi kelompok tujuh
puluh, dan mungkin ada yang lebih besar lagi. Bagaimana mereka
mengatur diri tanpa biaya yang jelas? Salah satu sumber informasi yang
dapat kita peroleh ialah catatan yang dibuat oleh Lukas dalam Lukas
8:1-3. Coba kita perhatikan dengan saksama.
"Tidak
lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan
dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas
murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan
yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit,
yaitu Maria yang disebut Magdalena yang telah dibebaskan dari tujuh
roh jahat, Yohana istri Khuza bendahara Herodes, Suzana, dan banyak
perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan
kekayaan mereka."
Ini merupakan narasi
penting bagaimana peranan wanita yang melayani rombongan Yesus dalam
penginjilan. Merekalah yang mendukung dan memberi serta menyediakan
makanan dari hari ke hari untuk rombongan itu. Khususnya mengenai
Maria Magdalena, ia memiliki simpati yang khusus kepada Yesus, sebuah
simpati yang tulus karena ia merasakan sentuhan Roh Kudus dalam
dirinya sejak roh-roh jahat diusir dari dalam dirinya. Bayangkan,
tujuh roh jahat pernah menguasai dirinya yang membuat ia menderita dan
membuat orang takut kepadanya dan menjauhinya. Perempuan yang tadinya
dianggap sebagai perempuan jahat yang paling menakutkan sekarang
sudah dibebaskan dan merasakan damai yang luar biasa di dalam
hidupnya. Ia berterima kasih kepada Yesus. Ia melihat ada kuasa
kemuliaan yang menguduskan dirinya.
Ia
benar-benar merasa bahwa Yesus itulah Mesias sehingga ia mengabdi
sepenuh hati untuk membantu-Nya dalam penginjilan. Ia merasa tidak ada
lagi orang yang memerhatikan dirinya. Dalam Yesus, ia menemukan
kedamaian hati yang sejati. Roh yang telah memperbudaknya selama
beberapa waktu amat menyengsarakan dirinya. Kini ia sudah lepas dari
kuasa kegelapan itu dan ia masuk ke dalam suasana hati yang terang dan
jiwa yang bersih. Ia merasakan suasana surga dalam kelepasannya.
Yohana,
seorang wanita yang juga istri bendahara Herodes, merasa yakin bahwa
Yesus adalah Mesias yang dinantikannya dan menaruh simpati kepada
Yesus lalu menyerahkan kekayaannya untuk membiayai perjalanan Yesus
dan rombongannya. Mereka dengan sukarela meluangkan waktunya,
menyediakan makanan untuk rombongan itu. Yohana tentu saja
mempertaruhkan kedudukan suaminya dengan bersimpati kepada Yesus, yang
justru musuh penguasa agama dan pemerintahan. Ia berani menanggung
risiko demi keyakinannya kepada Mesias yang dijanjikan itu. Selain
Yohana, ada pula Suzana dan sejumlah perempuan yang lain yang
"melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka".
DI BAWAH KAKI SALIB GOLGOTA MEREKA BERANI BERDIRI
Sementara dua belas murid Yesus tidak berani
menampakkan diri saat Yesus ditangkap dan disalibkan di Golgota, kaum
perempuan ini tidak memedulikan diri mereka dan tidak takut ditangkap
atau dituduh sebagai pengikut Yesus. Yudas sudah menggantung diri.
Petrus dan kawan-kawannya entah ke mana. Hanya Yohanes yang masih muda
itu yang berdiri di bawah salib Golgota, menyaksikan derita Yesus dan
menangis melihat tangan dan kaki-Nya yang mengucurkan darah. Dahi-
Nya yang luka dan kepala-Nya yang terkulai sambil meneriakkan puncak
derita pada hembusan napas terakhir. Benarlah, bahwa perempuan-
perempuan itu tidak hanya menyediakan makanan bagi Yesus dan
rombongan-Nya. Mereka dengan sepenuh hati turut merasakan derita.
Derita batin Yesus menjadi derita batin mereka. Dengan setia mereka
menjadi saksi kematian Yesus. Simaklah berita yang disampaikan Yohanes
dalam Yohanes 19:25.
"Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, istri Klopas dan Maria Magdalena."
Merekalah
saksi hidup bahwa Yesus benar-benar mati di kayu salib. Mereka
mengikuti peristiwa penyaliban itu mulai dari kota Yerusalem, mulai
dari pengadilan sampai perjalanan pilu menuju bukit Golgota di luar
tembok Yerusalem. Mereka mau melayani Yesus dan berbagi perasaan
dengan-Nya, menyertai Dia sampai ke bukit derita itu. Sebuah
pengabdian yang tidak ada taranya.
Orang yang benar-benar menjadi sahabat
sejati ialah orang yang menaruh simpati ketika sahabatnya menanggung
derita, tidak meninggalkannya. Mereka berada di sana dan turut
merasakan kepedihan hati Yesus. Dalam sunyi, Yesus disertai ibu-Nya
dan perempuan yang telah dibebaskan-Nya dari kuasa kegelapan. Tidak
mudah berada di bawah kaki salib. Di sana banyak pengolok-olok dan
orang-orang yang menghina Yesus. Di sana berkumpul musuh-musuh Yesus
yang menghina dan membunuh-Nya.
Perempuan-perempuan ini bukan hanya pelayan
Tuhan, tetapi mereka juga pemberani yang siap menanggung risiko apa
pun. Mereka tidak malu mengakui Yesus di depan musuh-musuh-Nya.
Bukankah ini merupakan sebuah keberanian yang luar biasa? Bukankah ini
merupakan kekuatan moral bagi Yesus? Hati Yesus sedih ketika melihat
perempuan- perempuan itu menangisi diri-Nya. "Tangisilah dirimu," kata
Yesus dari salib di tengah-tengah derita yang dialami-Nya. Ibu Yesus
merasa sedih melihat Putranya disalibkan tanpa salah. Kepada murid
yang dikasihi-Nya Yesus memberi pesan agar merawat ibu-Nya untuk
hari-hari berikutnya.
Maria Magdalena pastilah meneteskan air mata
karena harus menyaksikan kematian Mesias, Penebus, yang telah
melepaskannya dari perhambaan roh-roh jahat. Perpisahan dan kematian
ini sangat memilukan hati para perempuan itu. Mereka tidak
membayangkan begitu tragisnya kematian Guru mereka itu.
DI KUBURAN YESUS PADA PAGI HARI ITU
Sudah
menjadi kebiasaan orang Yahudi untuk membawa wangi-wangian ke
kuburan, baik waktu baru meninggal dan beberapa hari kemudian.
Peristiwa yang baru saja terjadi beberapa hari yang lalu, yang
menggentarkan penduduk kota Yerusalem dan desa sekitarnya, belumlah
lepas dari ingatan orang. Perhatikanlah kisah berikut ini setelah
Yesus tiga hari di kubur.
"Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi
benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu
dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur .... Tetapi Maria
berdiri dekat kubur itu dan menangis. Sambil menangis ia menjenguk ke
dalam kubur itu (Yoh. 20:1,11)."
Tugas
pelayanan bukan saja pada waktu masih hidup, tetapi juga pada waktu
kematian. Maria Magdalena begitu peduli. Mungkin sepanjang malam ia
sukar tidur. Itulah sebabnya ia "pagi-pagi benar ketika hari masih
gelap" sudah berangkat ke kubur. Ia merasa kecewa karena kubur telah
kosong. Ia menjadi bingung. Bagaimana mungkin? Bukankah batu kubur itu
telah disegel oleh penguasa Romawi? Tidak seorang pun dapat membuka
pintu kubur itu.
Ia benar-benar bingung. Siapa gerangan yang
mencuri mayat-Nya? Itulah pikiran yang timbul dalam benaknya. Ketika
ada orang yang berdiri di dekat kubur itu, dalam samar cahaya pagi,
dalam remang- remang, ia menyangka bahwa orang itulah yang mengambil
mayat Yesus. Ia tidak tahu bahwa Guru yang dikasihinya sedang berdiri
dan menyaksikannya. Kisah berikutnya ditutup dengan berita yang
mengejutkan. "Janganlah engkau menyentuh Aku, sebab Aku belum pergi
kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah
kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa- Ku dan
Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu (Yoh. 20:17)."
Maria Magdalena merasa amat terhibur. Yesus
tidak mati. Guru yang dilayaninya selama ini, yang disaksikannya mati
di bukit Golgota, sudah bangkit. Ia pergi dan memberitahukan peristiwa
itu kepada murid-murid yang lain. Dan sejak itu, perempuan-perempuan
itu menjadi pemberita Injil bahwa Yesus sudah bangkit dan naik ke
tempat Bapa-Nya di surga, menyediakan tempat yang indah bagi mereka.
Siapa yang mau mengikuti jejak perempuan-perempuan perkasa ini?